Pada
dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah
organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agro industri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit
untuk dikomposkan antara lain : tulang, tanduk, dan rambut. Proses Pengomposan Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian
pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di
atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang
aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada
suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan
panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal
bahan. Proses Pengomposan Aerobik Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak
sedap, seperti: asam-asam organik (asam
asetat, asam butirat,asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. organisme yang terlibat dalam proses pengomposan, yaitu :
Mikroflora
: Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
Mikrofauna : Protozoa
Makroflora : Jamur tingkat tinggi
Makrofauna : Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll
Proses pengomposan tergantung pada :
1.Karakteristik bahan yang dikomposkan
2.
Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang mempengaruhi proses Pengomposan Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan
bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut
akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya
kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke
tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain :
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba
berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan
berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar
bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat
terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar
dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan
oleh posiritas dan kandungan air bahan
(kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. Porositas adalah ruang diantara
partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume
rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan
udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga
dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban
memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 %
adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci,
volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Temperatur/suhu Panas dihasilkan
dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat
terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 -
60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma. pH Proses pengomposan dapat
terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan
berkisar antara 6.5 sampai 7.5.. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang
sudah matang biasanya mendekati netral. Kandungan Hara Kandungan P
dan K juga penting dalam proses pengomposan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh
mikroba selama proses pengomposan.Kandungan Bahan
Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Lama pengomposan Lama
waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2
tahun hingga kompos benar-benar matang.
No comments:
Post a Comment