Thursday 8 January 2015

Penanganan Limbah Sitotoksik



Limbah sitotoksik merupakan limbah rumah sakit yang berbahaya bagi lingkungan karena memiliki sifat yang sangat berracun. Jika dilakukan pengolahan dengan baik maka akan memberi dampak positif pada lingkungan. Pengolahan limbah sitotoksik terdapat 3 cara : dikembalikan ke pemasok awal, insinerasi pada suhu tinggi dan degradasi kimia.
Dikembalikan ke pemasok awal merupakan cara yang paling mudah dilakukan jika suatu negara tidak memiliki fasilitas insinerasi. Namun, kesulitan yang dihadapi pada metode ini yaitu harus mendapat pengawasan yang tepat (terutama pada saat pengemasan) dari limbah sitotoksik tersebut. Sehingga bila terjadi kebocoran maka akan berdampak negatif pada lingkungan sekitar.
Metode insinerasi merupakan metode yang sering digunakan untuk pengolahan limbah sitotoksik. Pada proses incinerator, limbah dimasukkan ke ruang/tungku pembakaran yang telah dipanaskan sebelumnya sampai dengan suhu minimum dengan menggunakan bahan bakar tambahan seperti gas alam atau minyak bakar. Tungku pembakaran ini umumnya terbuat dari baja yang dilapisi dengan “incinerator khusus” atau re-“fractory brick”. Ditungku pertama, limbah diberi/dibubuhi gas dan dibakar sebelum dipindahkan ke tungku kedua atau after burner ditempat mana akan diberi bahan bakar tambahan untuk menaikan suhu dan menyelesaikan proses pembakaran. Gas (hasil) pembakaran dikeluarkan (dibuang) melalui cerobong ke atmosfer. Suhu, waktu tinggal (residence time) dan pencampuran di tungku pembakaran dikendalikan secara cermat guna memastikan bahwa penghancurannya sempurna dan kontaminan-kontaminannya tidak terbuang melalui cerobong. Incinerator memilki beberapa kelebihan dibanding landfill. Proses ini jelas mengurangi jumlah limbah yang memerlukan landfill sehingga bertujuan untuk mengurangi keperluan lahan dalam pengelolaan limbah. Incinerator menghasilkan penghancuran berbagai senyawa organik secara sempurna. Kelemahannya adalah kebutuhan akan operator yang terlatih dan potensi emisi ke atmosfer, apabila perencanaannya tidak sesuai dengan kebutuhan operasionalnya. Sementara pembakaran efektif dalam mengurangi sedikit emisi senyawa organik yang ada, pencemar lain seperti partikulat dan gas bersifat asam memerlukan beberapa bentuk/sistem pengendalian pencemaran udara. Khususnya, alat ini dapat meliputi suatu pemadam untuk mengurangi suhu gas-gas incinerator, suatu penyaring (scrubber) seperti suatu pemisah partikulat, diikuti suatu menara (packed tower) untuk menyerap gas-gas yang bersifat asam.
Pada sistem pemadam (quench), gas-gas dicampur dengan air atau cairan lain, dan penguapan air akan mendinginkan gas-gas. Setelah didinginkan, gas-gas dilewatkan ke suatu saringan (venturi scrubber) dimana tetesan air berukuran halus digunakan untuk memisahkan partikulat. Kemungkinan lain, dapat digunakan suatu baghouse (filter dari tenunan yang kuat) atau suatu electrostatic precipitator (satu sistem yang memberikan muatan listrik pada partikulat dan menariknya ke satu elektroda yang digantung). Sebagai langkah akhir, gas-gas seperti SO2, HCl dab HF dapat dipisahkan dalam saringan penetralisasi (neutralizing scrubber). Saringan ini meliputi menara (packed atau plate tower) atau suatu saringan yang menggunakan larutan basa.
Selain menggunakan metode insinerasi, pilihan terakhir dengan metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa non toksik.
Namun, metode encapsulation (pembungkusan) atau inertisasi dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pertama jika metode lain tidak dapat dilakukan.



No comments: